search something in here

Selasa, 09 Desember 2008

stop bullying di di sekolah

Kita tentu pernah menyaksikan kekerasan geng Nero, bagaimana gadis yang manis manis bisa berubah menjadi monster ganas yang memukuli junior juniornya. Selain itu ada tayangan dari sebuah sekolah terpandang di Jakarta Selatan, ketika para kakak kelas mengospek adik adiknya dengan cara yang menjijikan. Mereka – anak anak baru – disuruh memegang kemaluan teman disebelahnya, baik laki laki atau perempuan.
Beberapa tahun silam, Fifi Kusrini – siswi SMP Bantar Gebang Bekasi – mengakhiri hidupnya dengan menggunakan seutas tali, namun tak ada yan tahu kenapa ia mengambil tindakan nekad. Satu satunya petunjuk datang dari orang tuanya, yang mengatakan puterinya merasa malu karena sering diejek teman temannya sebagai anak tukang bubur.

Yayasan Sejiwa , sebuah lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan masalah kekerasan di sekolah melakukan penelitian bahwa ada sekitar 30 kasus bunuh diri di kalangan anak anak dan remaja yang dilaporkan media massa antara tahun 2002 – 2005.
Umumnya dianalisa penyebab kasus kasus itu karena problem ketidakharmonisan keluarga, kerapuhan psikologis dan masalah ekonomi. Namun ada yang dilupakan bahwa ada benang merah dengan keseharian mereka di sekolah, yakni sering diejek, disiksa atau ditindas oleh teman teman sekolahnya. Ini bisa dalam artian fisik atau non fisik.

Bentuk penindasan itu disebut Bullying. An act using power or strength to hurt a person or group of people verbally, physically or psychologically. Making the victim feel oppressed, traumatized and powerless.
Sebuah perilaku negatif yang sering dijumpai dalam pergaulan anak anak sekolah. Konon dianggap biasa, dan terkesan sepele namun perlahan menjadi penghancur pribadi si anak.
Aksi senioritas seolah olah memberi hak kepada kakak kelas untuk meminta jatah rokok, menganiaya adik kelas yang dianggap lebih cantik, sampai memaksa uang setoran setiap hari. Ini menjadi sebuah siklus ketika kelak si adik menjadi kakak kelas yang bersikap sama dengan apa yang telah dialami dahulu.

Tentu saja kita harus melihat factor factor x yang bisa membentuk perilaku bullying, seperti kekerasan yang dilakukan gurunya sendiri atau orang tua di rumah.
Tak sedikit pengaruh budaya kekerasan di televisi dan film. Dengan mudah kita menjumpai adegan jagoan menebas leher musuhnya sambil tersenyum dingin, majikan menyiksa pembantu atau ibu tiri yang sadisnya luar biasa di sinetron sinetron.

Ada beberapa kasus yang dijumpai di Nusa Tenggara Timur / Barat sebagaimana yang dilaporkan Plan International. Dalam sebuah diskusi kelompok seorang anak ditanya, “ Jika memiliki uang apa yang akan dibeli ? “ Ia menjawab akan membeli sepatu yang tebal dan tinggi karena kalau ditendang atau diinjak oleh gurunya akan berkurang rasa sakitnya. Artinya gurunya biasa menendang atau menginjak kaki murid muridnya disana.

Di Dompu – NTB, seorang guru menampar muridnya yang tidak bisa menjawab pertanyaan. Ketika petugas dari Plan International menanyakan, ia menjawab begitulah cara mendidik murid di sekolahnya.
Demikian pula bentuk kekerasan oleh orang tua, lingkungan sedikit banyak mempengaruhi sikap dan cara bertindak anak anak di lingkungan sekolahnya.

Bulliying2Pelaku bullying, sebagai provokator biasanya memiliki kekuatan dan kekuasaan atas korbannya. Ada rasa kepuasan secara psikologis dengan bisa menunjukan kekuatan atau pengaruhnya diantara teman temannya dengan cara menindas adik adik kelas atau teman teman sebayanya.
Tidak semua pelaku bullying melakukan ini karena kompensasi kepercayaan diri yang rendah atau bentuk sikap kekerasan yang pernah diterimanya. Bisa jadi justru karena ia tidak pernah dididik untuk bisa menunjukan empati , toleransi atau memahami perasaan orang yang dianiaya.
Korban bullying biasanya menjadi minder, prestasi belajar menurun, gelisah, tidak percaya diri, penakut, menangis, selalu melakukan apa yang diminta ‘ bully ‘, mimpi buruk, tidak mau bersosialisasi sampai minta pindah sekolah.

Dalam beberapa kasus banyak sekolah justru menolak mengakui kekerasan bullying terjadi di lingkungan sekolahnya. Walau banyak yang bersama sama lembaga swadaya masyarakat lainnya melakukan project pengembangan budaya anti kekerasan di sekolah. Seperti yang dilakukan dengan Yayasan Sejiwa bersama Plan International baru baru ini. Melakukan road show di sekolah sekolah, dan mengundang siswa siswa pilihan dari seluruh Indonesia untuk berkumpul dalam ‘ Young Hearts ‘ – Youth arts and media project , sebagai kampanye anti kekerasan di sekolah. Program selama 3 hari ini mengedepankan tema belajar tanpa rasa takut.

Selain minat fotografi - saya diminta terlibat di bidang ini -, puisi,musik, menulis, poster, juga termasuk memperkenalkan media blog sebagai bentuk kampanye anti kekerasan di sekolahnya.
Paman Tyo dan team dagdigdug. Zam , Dita serta Mas Wicak telah berbicara dan memberikan pelatihan tentang blog terhadap pelajar pelajar SMA tersebut di kampus Universitas Indonesia.

Bulliying3Memang tidak mudah membangun budaya anti kekerasan. Dibutuhkan pemahaman tentang rasa hormat, tanggung jawab, kepedulian, empati, toleransi, kasih sayang dan kerja sama dari anak anak sekolah.
Jika seorang siswa di ludahi, dibawa ke pojok WC untuk dipukuli, masa orientasi sekolah dengan menyuruh memperagakan adegan bersenggama sampai menghina menjadi kebiasaan. Jangan salahkan kalau kelak bangsa ini akan mewariskan pemimpin yang otoriter, menghalalkan segala cara serta masyarakat yang sakit. Berteriak kesakitan jika diinjak tetapi ganti menindas begitu berkuasa.

Sebagaimana kata Kahlil Gibran. Mereka adalah anak-anak kehidupan yang merindu pada diri mereka sendiri. Selama 3 hari program ‘ Young Hearts ‘ di kampus Universitas Indonesia, telah menunjukan masih ada anak anak Indonesia yang memiliki hati nurani dan moral. Sesuatu yang masih semestinya terus dipelihara sampai kapanpun. Karena mereka adalah anak anak masa depan, yang akan menjaga taman bunga negeri ini.

STOP BULLYING

Hai anak sekolah
Apa yang kau cari
Waktu kau gencet adik kelasmu
Ramai-ramai kau ejek si lemah
Sengaja kucilkan si pemalu
Memalak demi sebatang rokok

Reff :
Belum tentu, kamu lebih sukses
Dari mereka yang pernah kau tindas
Stop Bullying!
Kita bukan calon monster
STOP!

Hai anak sekolah
Apa kau tak malu
Tertawakan anak yang tak mampu
Ramai-ramai kau hajar si ngocol
Lalu kau ancam kalau lapor guru
Atau kau rasa sendiri akibatnya

1 komentar:

Unknown mengatakan...

thanks yaah